PKS bikin heboh lagi. Setelah iklan hari pahlawan yang menempatkan Soeharto sebagai guru bangsa, sekarang muncul lagi iklan baru. Iklan itu menampilkan klipping judul beritasbeberapa media yang isinya menampilkan statemen saling serang antar elit politik dan ditutup dengan ajakan untuk bersatu padu.
Kontan saja iklan ini membuat banyak partai kebakaran dagu (kalau kebakaran jenggot, PKS namanya). Rata-rata mempertanyakan sisi etis iklan tersebut. Sementara Partai Demokrat melalui Anas Urbaningrum terlihat sangat hati-hati mengomentarinya. Anas hanya mengatakan bahwa iklan itu tidak lengkap karena tidak menampilkan perseterua Tifatul Sembiring dan Megawati perihal Capres muda yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Terbukti, meski partai menengah, PKS ternyata bisa bikin masalah juga :)
Untuk tidak membahas problem politik dan etis dari iklan itu, ada baiknya dilihat pada sisi marketing dan perilaku konsumen saja. Di teori Marketing, sebenarnya terdapat beberapa model hierarki respon konsumen. Namun model yang paling sering dipakai dan cukup simpel adalah AIDA Model. Menurut model ini, konsumen akan melakukan respon terhadap aktifitas pemasaran suatu brand melalui empat level :
- A - Awareness
- I - Interest
- D - Demand
- A - Action
Pada kasus PKS, sebenarnya level ini telah tercapai. Masyakarat sudah tahu keberadaannya bahkan bahkan hanya dengan melihat jenggot anggotanya saja:). Demikian juga dengan GOLKAR, PDI-P, PKB, DEMOKRAT, PPP, PAN, PBB, GERINDRA. Sedangkan untuk partai seperti REPUBLIKAN, PAKAR PANGAN, BARNAS, dll mungkin belum mencapai tahap ini.
Pada tahapa kedua, setelah memunculkan Awareness, diharapkan muncul Interest atau ketertarikan. Iklan PKS beberapa waktu belakang ini saya pikir telah berada pada tahap ini, ia berusaha memunculkan ketertarikan dan rasa ingin tahu pada siapa saja. Efek yang paling kentara dari iklan ini yang menjelaskan keberhasilan PKS mencapai tahap ini adalah munculnya pertanyaan dari masyarakat : Ada apa dengan PKS? Kok PKS begitu? Mengapa berubah ya? dll.
Ada dua tahap lagi yang mesti dilalui PKS, yakni Demand (konstituen merasa membutuhkan PKS) dan Action (aktifitas mengkonsumsi/memilih PKS). Dalam aktifitas Marketing, tidak selamanya Interest berubah jadi Demand. Jika ketertarikan (interest) tidak berlanjut (misalnya setelah mengetahui lebih jauh dan ternyata mengecewakan), maka iklan ini harus diperkuat atau malah akan gagal begitu saja. Begitupun, jika level Demand telah tercapai, tetap harus ada usaha untuk mencapai Action. Dalam studi marketing, perlu antecedent dari Demand menuju Action. Antecedent itu bisa jadi ketersediaan barang. Misalnya barang itu tidak terdistribusi sampai ke daerahnya, dan bisa jadi juga daya beli misalnya ada keinginan membeli namun tidak punya uang.
Untuk kasus Politik, saya kurang tahu antecedent dari Demand ke Action, namun bisa saja antecedent itu berupa kemampuan mencontreng. Contohnya orang tua/orang yang tidak berpendidikan ingin milih PKS, namun tidak bisa mencontreng, atau tidak bisa pergi ke TPS, atau ketiduran pas pemilu:). Antecedent yang lain, dan ini berbahaya, adalah serangan fajar.
Dengan demikian, kita bisa saja cemas, jangan-jangan iklan-iklan PKS hanya berputar-putar dari Awareness ke Interest, namun tak kunjung sampai ke tahap Demand apalagi Action. Kita lihat saja di Pemilu nanti.
0 Comments