Sesampai di kampus rupanya ada acara syukuran ulang tahun kampus. Kalau tahu begitu, tak akan saya makan siang dulu sebelum masuk ruangan. Pak Dekan mempersilakan makan sembari bertanya traffic ke kampus. Sekalian saja saya bercerita bahwa ini kali pertama saya berBTW. Sambil menularkan virus BTW ke sejawat.
"Saya kira saya sudah hebat bisa bersepeda di sini. Tahunya ada Bapak yang lebih hebat." Pak Dekan senyam-senyum.
Saya diam saja. Tak enak kalau membantah atasan. Jadi saya mengiyakan saja. Hehe.
Di kelas jam 16.30 tiba-tiba saya merasa pusing dan nyeri di beberapa bagian. Muncul rasa cemas sehingga kelas saya percepat bubarnya. Saya keluar dan mencari makan sore.
Selepas makan, dengan Gojek saya meluncur ke tempat menunggu Bus untuk balik ke Pasar Rebo. Namun di atas Gojek, rasa tidak nyaman kembali datang. Saya putuskan bahwa saya harus ke IGD. Abang gojek saya minta memindahkan haluan ke Rumah Sakit.
"Perlu saya antar masuk, Pak?" Tanya Abang Gojek setiba di RS. Saya menolak. Setelah membayar lebih, saya masuk ke IGD.
Pemeriksaan berjalan. Tekanan darah dan EKG dilakukan. Kesimpulan dokter, detak jantung normal. Tekanan darah agak naik tapi mungkin karena saya cemas, tidak masalah. Dugaan dokter -setelah mendengarkan riwayat saya, gejala yang saya alami adalah gejala naiknya asam lambung. Saya langsung ingat bahwa tadi pagi tidak sarapan, malah makan popmie yang tidak cocok untuk penyakit maag. Setidaknya saya sudah dapat mengenali gejala yang terjadi.
Problemnya datang saat harus membayar. Saya datang ke RS ini karena di berita dikatakan bahwa RS ini menerima BPJS. Ternyata tidak, sudah putus kontrak. Jadi saya harus bayar pribadi. Alamak. Pitis keluar pula ini.
"Bapak tadi sudah registrasi?" Tanya Dokter.
"Belum. Saya tadi langsung ke IGD, lalu disuruh berbaring."
"Karena Bapak tidak apa-apa, kita anggap Bapak tidak pernah datang ke RS ini. Jangan registrasi. Bapak boleh pulang."
"Bener dok? Wah jadi ga enak nih." Jawab saya yang aslinya malah enak.
Dokter mengiyakan.
Saya langsung kemasi pakaian dan keluar dari RS.
Karena saya harus ke RS terlebih dahulu, jadwal Bus paling akhir ke Pasar Rebo sudah berlalu. Saya masih berharap jikalau masih ada bus terakhir. Saya tunggu sekitar 40 menit di tepi jalan, tidak ada. Akhirnya saya order Gojek menunju pangkalan omprengan. Omprengan hanya sampai ke Cawang dan nanti saya akan naik angkot ke Pasar Rebo.
Tiba di Pasar Rebo pukul 22.00. Saatnya bersih-bersih dan sembahyang Maghrib-Isya. Kalau sembahyang di rumah, saya takut bila terlewat pertengahan malam. Sudah terlalu telat. Untung parkiran ini menyediakan fasilitas mandi dan mushala kecil. Tempat mandinya cukup bersih untuk ukuran tempat umum begini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30. Saatnya melanjutkan BTW ke Depok. Tarif parkir sepeda ternyata sama saja dengan tarif parkir sepeda motor. Setelah membayar tarif parkir dan tarif ke kamar kecil, saya dorong sepeda ke jalan dan baru saya gowes bila sudah tidak melawan arus.
Baru beberapa menit gowes, ada yang menyapa. Rupanya seorang goweser yang memakai jersey sepeda. Ini pula rupanya solidaritas goweser. Saya hanya senyum, tak pasti apakah dia melihat senyuman saya atau tidak. Gowesannya kencang karena sepedanya jenis road bike. Ga mungkin terkejar oleh Federal ini.
Sejujurnya ada rasa takut karena hari sudah terlalu malam. Yang saya cemaskan bukan di Jalan Raya Bogornya, tapi di jalan kecil sepi yang akan saya lalui. Tapi saya tak punya pilihan. Jalur balik ke rumah harus dilalui meski lebih banyak mendaki dibandingkan jalur berangkat.
Saya mengubah jalur balik untuk menghindari jalur sempit saat berangkat tadi pagi. Sepeda saya arahkan ke Jalan Juanda melewati iring2an belasan Bus Transjakarta yang antri menuju SPBU. Saya terpaksa ambil jalur tengah. Biarin menghalangi kendaraan lain. Toh sepeda saya ada lampu belakang yang Insya Allah akan terlihat jelas oleh pengendara kendaraan bermotor.
Salah satu tips bersepeda adalah jangan memaksakan diri. Hal ini yang saya lakukan. Bila rasanya tanjakan agak berat, saya tak segan-segan untuk TTB alias Tun Tun Bike atawa menuntun sepeda. Mau dianggap kurang kuat, biarin. Toh yang gowes kan saya. Hehe.
Dengan ngos-ngosan saya melalui jalur yang tadi agak membikin saya bergidik itu. Saya baca beberapa kalimat-kalimat baik semacam syahadat dan shalawat untuk melawan rasa takut. Kadang-kadang saya baca beberapa surah pendek atau doa nadi ...... Hingga akhirnya sampai di gerbang komplek rumah.
Yihaaaa. Yiha lagi.. Saya sukses menaklukkan diri sendiri.
Sesampai di komplek pas pukul 24.00. Itu artinya pas 1.5 jam perjalanan. Lebih lambat 10 menit daripada perjalanan berangkat. Tapi wajar, jalur balik lebih menanjak dan kondisi saya lebih lelah dibandingkan saat berangkat yang masih segar.
Saya tak langsung pulang tapi memutar sekejap ke rumah yang lagi dibenerin melihat progress hari ini. Hanya lewat sekelebat lalu melanjutkan kayuhan ke kontrakan.
Sampai di depan kontrakan, sepeda dilambatkan. Saya turun. Tiba-tiba ada yang membuka pintu rumah. Seorang perempuan. Ya.. Perempuan. Ternyata istri saya.
"Ibu kok tiba-tiba membuka pintu? Kaget sama suara sepeda Ayah?"
"Nggak. Gak dengar suara apa-apa."
"Tapi kok membuka pintu?"
"Feeling aja.."
Sepeda masuk ke teras. Saya masuk ke rumah. Peluh mengucur deras. Semua basah. Istri menghidangkan potongan buah dan rupanya sudah menyiapkan air hangat untuk mandi.
Dan tak kepada siapapun saya ceritakan bahwa saya ke IGD sorenya.
Kepada pembaca saya pesankan, "Ssst.. Jangan kasih tahu siapa-siapa ya.. Apalagi ke istri saya.. "
0 Comments