Bila kita mendiskusikan tentang langgam karakter keberagamaan di Payakumbuh, hemat saya, dinamika tumbuh dan berkembangnya surau-surau dagang patut untuk diamati. Karena ia mewakili satu subkultur keberagamaan yang unik yang nantinya menjadi modal bagi tumbuhnya suatu model keberagamaan yang berbeda dari model tradisional yang telah sedia ada di sekitar kota itu.
Kota Payakumbuh dahulunya adalah sebuah pekan (pasar) bagi rakyat Luak Lima Puluh. Posisinya yang berada di pertengahan membuatnya menjadi titik temu yang mudah dijangkau. Di kota ini terbentuk pasar yang buka setiap hari Ahad. Dan di kota ini pula Belanda membuat pusat pemerintahan bagi Afdeling 50 Kota. Rumah bagi Angku Luak (semacam Bupati) didirikan di dekat pasar itu.
Adanya pasar, berarti adanya pusat perekonomian. Pusat perekonomian berkembang menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan adalah magnet bagi setiap pendatang. Oleh karena itu, kota Payakumbuh menjadi tujuan perantauan bagi orang-orang luar dan menetap di kota itu. Para pendatang itu berasal dari wilayah-wilayah dalan Luak 50 itu sendiri, maupun dari daerah-daerah lain seperti dari Luak Tanah Datar, Luak Agam, dan Pariaman. Para perantau ini umumnya bertempat tinggal di wilayah Parik Rantang, Bunian, dan Nunang. Berdekatan dengan tiga daerah itu juga ada daerah Kampung Terandam yang menjadi tempat tinggal perantau keturunan Tionghoa.
Para perantau yang datang dari berbagai daerah tersebut masih mempertahankan pengelompokkan berdasarkan kampung asal mereka masing-masing. Setiap kelompok itu kemudian membangun surau sebagai aset bersama dan sekaligus menjadi pusat komunikasi sesama perantau sedaerah asal.
Berikut beberapa surau tersebut :
Para perantau yang datang dari berbagai daerah tersebut masih mempertahankan pengelompokkan berdasarkan kampung asal mereka masing-masing. Setiap kelompok itu kemudian membangun surau sebagai aset bersama dan sekaligus menjadi pusat komunikasi sesama perantau sedaerah asal.
Berikut beberapa surau tersebut :
2. Surau Koto Tuo. Kini Masjid Mukhlishin di Daya Bangun |
3. Surau Sianok. Kini Masjid Muslimin, Labuah Baru. |
4. Surau Kurai. Kini bernama Masjid Tafakur Parit Rantang |
5. Masjid Pariaman. Kini bernama Masjid Wustha di Lundang, Parit Rantang |
6. Surau Suliki di Bunian. Kini bernama Masjid Baitul Hikmah (belum ada gambar)
8. Surau Ampek Angkek di Parik Rantang (belum ada gambar)
11. Surau Pariaman, kini bernama Mushala Ar-Raudhah. Lokasi di Parit Rantang. |
12. Surau Sungai Pua. Lokasi di Bunian |
13. Surau Bonjol Pasaman. Lokasi di depan Masjid Batirai, Parit Rantang |
14. Surau Balingka. Kini Mushalla Ukhuwah Islamiyah di Parit Rantang |
Daftar ini belum lengkap. Ada beberapa yang mungkin belum masuk dan belum ada fotonya. Bagi pembaca yang mempunyai daftar surau yang belum masuk di artikel ini dan bagi yang mempunyai fotonya boleh menambahkannya di kolom komentar.
0 Comments