Bentuk (form) Yang Lentur ala Nizariyah

Aga Khan IV

Pagi tadi (5 Februari 2025) berseliweran di TL kabar mangkatnya Maulana Karim Husain Shah Aga Khan IV, Imam Islam ke 49 menurut Syiah Imamiyah Ismailiyah Nizariyah.

Suatu kali kawan Sunni bertanya kepada saya, "Apa kitab pegangan Ismaili?"

Kitab yang dimaksud adalah kitab-kitab ala kitab kuning di dunia Sunni. Seperti kitab hadits, kitab tafsir, kitab fiqh atau ushul fiqh.

Ganjil pula, mengapa saya ditanya demikian padahal saya bukan Ismaili. Tapi menurut saya, tersebab Ismaili adalah satu-satunya sekte Syiah yang Imam Ma'shumnya masih hadir, maka mereka tidak memerlukan kitab apapun. Sebab Imam itu sendiri-lah kitabnya. Imam menetapkan dan menjelaskan agama hukum melalui farmannya.

Untuk memahaminya, kita dapat membayangkan situasi kaum Nizari ini sama seperti situasi kaum Sunni ketika Rasulullah dan Sahabat masih hidup. Atau sama dengan situasi kaum Syi'ah 12 (Twelver) ketika Imam masih hadir. Pada masa itu, umat tidak memerlukan kitab apapun. Cukup tanyakan suatu masalah yang sedang dihadapi kepada Rasul atau Sahabat (bagi Sekte Sunni) atau kepada Imam (bagi Sekte Syi'ah) maka masalah selesai.

**

Salah satu bagian yang menarik -sekaligus kontroversial bagi sekte Islam lain- ialah keyakinan kaum Nizari bahwa aspek yang paling mendasar dari Islam adalah aspek batinnya. Aspek ini mencakup nilai-nilai dasar keyakinan dan nilai-nilai universal kemanusiaan. Aspek ini tidak akan berubah sepanjang masa.

Sedangkan aspek lain semisal ritual dan hukum-hukum fiqh adalah aspek zhahir yang sifatnya tidak tetap. Aspek ini hanyalah refleksi dari aspek batin. Dan refleksi ini termanifestasi dalam bentuk-bentuk yang berubah sesuai interaksinya dengan lingkungan sosial dan zamannya.

Imam bagi kaum Nizari diyakini sebagai manifestasi dari "Nour" atau cahaya percikan ilahi yang tetap hadir di dunia tanpa terputus sejak dari Nabi Muhammad kemudian diwariskan kepada Imam Ali kemudian kepada para Imam dari keturunan mereka hingga kepada Aga Khan IV sebagai Imam ke 49.

Imam -sang pembawa Nour Ilahi- itulah yang akan merumuskan aspek zahir agama sesuai kebutuhan umat dan zamannya. Dari sanalah kemudian umat non Nizari mungkin akan melihat sikap-perbuatan ganjil dari kaum Nizari.

Misalnya sejak masa Aga Khan III (Imam ke 48) kewajiban hijab bagi perempuan sudah dihapuskan. Bahkan Aga Khan III sampai mengharamkannya. Namun Aga Khan IV membuat farman yang lebih moderat bahwa hijab bukan kewajiban agama tetapi tidak terlarang menggunakannya sebagai ekspresi kebudayaan. Itu sebabnya keluarga Aga Khan umumnya tidak berjilbab, akan tetapi pengikutnya di Hunza rata-rata berkerudung sesuai kebudayaan di sana.

Hal lainnya adalah tentang shalat. Manakala sekte Islam yang lain menganggap bentuk (form) shalat yang 5 waktu adalah rigid, Imam Aga Khan menganggapnya tidak rigid. Sehingga bentuk Shalat 5 waktu itu ditetapkan berganti menjadi bacaan doa harian pagi dan petang. Bathin shalat tetap terlaksana, zhahir shalat berubah sesuai farman Imam di zamannya.

Dalam perkara zakat, Imam juga dapat mengubahnya sesuai dengan tantangan zaman. Itu makanya di Ismailiyah Nizariyah, kadar zakat tidak lagi 2.5 persen seperti di Sunni, namun sudah 10 persen yang disebut Dasond.

Saya mungkin saja kurang tepat memberikan contoh-contoh di atas. Maklumlah akses kita kepada Nizariyah ini amat terbatas. Namun intinya, di masa hadapan, contoh-contoh di atas akan dapat berubah pula jika Imam Zaman (mereka memanggilnya Maulana Hazar Imam) selanjutnya mengubahnya pula.

Kini, kaum Nizariyah sedang menunggu pembukaan surat wasiat Aga Khan IV tentang siapa yang dia tunjuk sebagai Imam ke 50 sekaligus sebagai Aga Khan V. Sesuai tradisi dan keyakinan Syiah, Imam pelanjut nabi hendaklah ditunjuk melalui wasiat dan nash dari Nabi atau dari Imam sebelumnya.

Turut berduka cita untuk kaum Muslim Nizari.
Innalillahi wa Inna ilaihi raajiun.

Sumber gambar : AKDN

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts