Menanti Asap Putih, Menyambut Paus Baru

Berdebar Menanti Asap Putih, Menyambut Paus Baru

Asap putih Kapel Sistine

Saya suka mengikuti momen pergantian pada jabatan-jabatan spiritual yang dianggap sakral, seperti pemilihan Paus.

Pemilihan Paus Benediktus XVI

Dahulu, pada masa Paus Yohanes Paulus II, saya tidak mengetahui metode pemilihan Paus. Saya bertanya kepada kawan anggota Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di kampus. Ia pun tidak tahu pasti. Mungkin saking lamanya Yohanes Paulus II bersemayam di atas tahta, sehingga ia sendiri tentu belum pernah mengalami detik-detik pergantian Paus.

Alhamdulillah, pengalaman mengamati pergantian Paus itu akhirnya teralami. Ketika Yohanes Paulus II mangkat dan konklaf memilih Joseph Ratzinger sebagai Benediktus XVI. Konklaf adalah sidang tertutup para kardinal yang berkumpul di Kapel Sistina untuk memilih Paus baru. Ketika itu saya ikut merasakan rasa penasaran dan debaran menunggu asap putih dari cerobong Kapel Sistina melalui televisi.

Pemilihan Paus Fransiskus

Pengalaman ini kembali terulang ketika Benediktus XVI meletakkan jabatannya pada 2013 dan sekali lagi konklaf terjadi. Sayangnya, saya tertidur ketika asap putih keluar dari cerobong Kapel Sistina dan ketika terbangun, tampaklah di internet bahwa telah ada Paus baru yang telah terpilih: Jorge Mario Bergoglio dari Argentina. Ia menggunakan nama tahta yang belum pernah terpakai: Fransiskus.

Pemilihan nama yang baru menampakkan semangat yang baru setelah Benediktus XVI mengambil jalan yang cukup tegas sehingga kontroversial. Maklum, Benediktus XVI berlatar belakang sebagai Kepala Kongregasi Iman yang tugasnya menjaga kemurnian iman Katolik.

Fransiskus dan Gaya Kepemimpinan Baru

Lain halnya dengan Fransiskus. Ia, sebagai Bergoglio, lahir di Amerika Selatan, negara dunia ketiga. Ia lahir dari belahan selatan yang dianggap tertinggal. Dan dari belahan selatan pula lahir tokoh-tokoh dengan teori-teori kritis, khas orang-orang tertindas. Che, Freire, dan Castro adalah sedikit dari sekian nama. Dari sana, di era awal 2000-an, juga terdengar pekik perlawanan pada dominasi dunia utara, negara-negara maju. Mungkin mereka kontroversial, tetapi mereka menyediakan narasi yang lain bagi kawasan itu. Bolivarianisme, kata orang.

Bergoglio ketika kali pertama diumumkan di balkon Basilika Santo Petrus menampakkan gestur itu. Ia tampil dengan nama tahta yang unik, muncul dengan jubah putih tanpa mozeta, hingga meminta doa kepada massa. Mozeta adalah mantel pendek berwarna merah yang biasa dipakai Paus sebagai simbol otoritas. Gestur meminta doa kepada massa adalah hal baru yang membalikkan logika atas status Paus yang semestinya—alih-alih didoakan—mendoakan dan memberkahi massa.

Pergantian Pemimpin di Dawoodi Bohra

Momen pergantian tokoh puncak keagamaan yang juga saya amati ialah ketika Dai Mutlak Dawoodi Bohra Sayedna Mohammad Burhanudin meninggal. Mengacu pada tradisi dalam Islam Syiah yang mensyaratkan pergantian melalui nash, semestinya hanya ada satu pengganti tunggal. Namun apa dikata, Dawoodi Bohra mengalami keretakan juga. Sebagian besar jamaah mengakui bahwa nash jatuh kepada Mufaddal Saifuddin, putra sulung Mohammad Burhanudin, manakala sebagian yang lain menganggap nash jatuh kepada Khuzaimah Qutbuddin, adik dan Maz'oon di masa Dai Mutlak yang sebelumnya.

Pemilihan Paus di Alexandria

Mungkin tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa selain Paus di Roma, ada satu entitas Kristen lain yang juga dipimpin oleh Paus. Itulah Kristen Koptik di Alexandria. Jika Roma mengklaim sebagai penerus tahta Petrus, Alexandria mengklaim sebagai penerus tahta Markus.

Paus Shenouda III dari Alexandria mangkat pada tahun 2012. Tentunya saya penasaran juga bagaimana cara mereka memilih Paus yang baru. Ternyata, berbeda dengan Katolik Roma yang mengadakan konklaf, Paus Alexandria terpilih melalui sebuah komite dari gereja pusat yang mengajukan tiga nama. Kemudian, dalam sebuah proses yang melibatkan khalayak, seorang anak kecil yang matanya telah ditutup kain diminta memilih salah satu dari tiga kertas dalam sebuah wadah. Tiap kertas telah ditulisi dengan nama seorang calon. Dalam bimbingan Roh Kudus -menurut keyakinan mereka, anak itu mengambil nama Tawadros. Maka Tawadros terpilih sebagai Paus yang baru dengan gelar Tawadros III.

Pergantian Imam di Nizari

Awal 2025, komunitas Nizari juga mengalami pergantian kepemimpinan. Di pagi hari pada 5 Februari 2025, Shah Karim al-Husayni mangkat. Ia adalah Imam ke-49 pelanjut Nabi Muhammad dalam keyakinan Nizariyah. Sebagai Imam, ia membawa atribut ma’shum dan kata-katanya adalah titah dari Tuhan. Lagi-lagi, menarik bagaimana proses penggantian Imam ini berlangsung.

Sebagaimana telah diduga, proses penggantian bersandar pada nash. Imam Shah Karim meninggalkan nash bahwa putra sulungnya, Rahim Aga Khan, ditunjuk sebagai Imam ke-50 tanpa gejolak.

***

Kali ini, sekali lagi Gereja Katolik akan mengalami pergantian kepemimpinan. Fransiskus mangkat sehari setelah Paskah tahun 2025. Para kardinal akan bersiap untuk memasuki ruang tertutup, menjalani konklaf, dan mata dunia akan kembali tertuju kepada cerobong asap di atas Kapel Sistina, menanti Paus yang baru.

Fransiskus telah meninggalkan legasi yang berbeda dari Paus sebelumnya. Mulai dari gaya, keberpihakan, hingga pendekatan. Di pundaknya tertumpang harapan, bukan hanya harapan orang-orang Katolik, tetapi juga harapan orang-orang non-Katolik supaya ia menggunakan pengaruhnya sebagai Patriark Barat -gelar tradisional bagi Uskup Roma sebagai pemimpin umat Kristen di dunia Barat, demi terwujudnya perdamaian dunia.

Dunia Barat yang mayoritas menganut Kristen kiranya akan lebih mendengarkan suara Uskup Roma ini dibandingkan teriakan orang-orang di Timur. Di Palestina, tiap hari orang-orang meregang nyawa menghadapi kekejaman Israel yang tidak berhenti. Di belahan dunia lain, ancaman datang dari ekses kapitalisme: alam yang rusak, jurang pendapatan yang tidak merata, dan kebencian yang lahir dari hilangnya kepercayaan sesama manusia. Fransiskus telah menampakkan gestur ke arah itu. Ia bersuara tentang Gaza, dan menyuarakan pendekatan dengan dunia Islam sebagai umat yang banyak tersebar di dunia ketiga. Fransiskus bahkan datang ke gang sempit di Najaf menemui sosok spiritual Muslim yang sangat berpengaruh di Irak dengan gaya hidup yang tak kalah sederhana dari Fransiskus, yakni Ayatullah Sistani.

Persoalannya sekarang, ke mana concern para kardinal? Akankah mereka mencari pelanjut Fransiskus? Ataukah mereka akan mencari antitesisnya? Apa pun hasilnya, dunia saat ini sangat mendambakan suara moral yang mampu melampaui sekat agama dan politik.

Sayangnya, tidak ada yang dapat mengakses misteri di bawah atap Kapel Sistina itu kecuali apabila moncong cerobongnya telah mengepulkan asap putih.

Sumber gambar : hollywoodreporter.com

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts